Selamat Datang,Ahlan Wa Sahlan,Welcome,Alu-alukan,환영,Bienvenue..

Kekuatan raga itu tidak sebanding dengan kekuatan azam, tekad dan semangat.
Jika raga ini bisa kelelahan, namun azam, tekad dan semangat ini tidak boleh mundur walaupun untuk sesaat.
Faidza 'azamta fatawakkal 'alallah.
.Bismillah.


Senin, 29 Oktober 2012

NASIHATILAH... BIARPUN PAHIT


Bismillah.
Assalamu'alaikum Warohmatullah...

 
Sumber : Majalah Solusi No.48, Malaysia
Oleh : Umar Muhammad Noor
(B.A Usuluddin (Tafsir-Hadis) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Master Ushuluddin (Hadis) di University Omm Durman, Sudan.)


Tulisan ini edit ulang saat saya diberi kesempatan untuk menyampaikan Kultum di Usroh rutin kami... semoga bermanfaat...

 ______

Kisah ini ditempat di Kota Madinah. Terdapat seorang pelajar yang berasal dari Andalusia bernama Al-Ghazi bin Qais, beliau datang ke Madinah untuk menimba ilmu dari para ulama di kota itu. Sebelum ini, beliau sering mendengar kehebatan ulama Madinah, namun belum pernah berjumpa dengan mereka.

 Pada suatu hari ketika sedang duduk di Masjid Nabawi di Madinah, al-Ghazi melihat seorang lelaki masuk kedalam masjid. Lelaki itu langsung duduk tanpa menunaikan sholat sunat tahiyatul masjid terlebih dahulu. 

 Al-Ghazi segera menegur lelaki tersebut : “Wahai akhi, bangkit dan sholatlah dua rakaat. Duduk di dalam masjid tanpa melakukan sholat tahiyatul masjid adalah pertanda bahwa engkau adalah orang yang jahil (buta) dengan hukum agama.”
Nasihat itu didengar dan diucapkan cukup kasar. Namun begitu, orang yang dinasihati itu tidak berkata apa-apa. Beliau hanya bangkiy lalu melakukan sholat seperti yang disuruh. Selesai sholat, beliau duduk bersandar disebuah tiang masjid. Tidak lama kemudian, al-Ghazi melihat para pelajar mulai memasuki masjid. Anehnya, satu demi satu mereka mengelilingi lelaki yang ditegurnya tadi sehingga terbentuk satu kelompok yang cukup besar.

Al-ghazi bertanya-tanya, siapakah lelaki ini sebenarnya? Lalu beliau mendekati seorang murid dan bertanya kepada: “siapakah org ini?” murid tersebut menjawab :”Dia Ibn Abi Zi’b panggilan untuk Imam Muhammad bin Abd al-Rahman Al-Qurashi. beliau seorang imam pakar fiqah dan tokoh ulama yang dihormati dimadinah.”

Al-Ghazi bagai disambar petir. Dia merasa sangat malu karena baru saja mencela seorang ulama besar Madinah. Lalu beliau segera mendatangi Ibn Abi Zi’b dan meminta maaf kepadanya. Namun, apa respons sang ulama besar ini? Beliau hanya berkata: “Wahai akhi, engkau tidaklah salah. Engkau hanya menyuruhku melakukan kebaikan, lalu aku mematuhi perintahmu.”


Ketika membaca atau mendengar kisah ini pastinya kita semua memiliki kekaguman yang luar biasa kepada Ibn Abi Zi’b. beliau sangat pandai menundukkan nafsu sehingga emosinya menuruti perintah akalnya. Tentunya akal yang berfikir berlandaskan nilai-nilai keislaman. Ketika nasihat diberi, ia terdengar berat dan kasar di telinga dan dihati. Kebanyakan orang pasti enggan menerima nasihat yang disampaikan dengan cara seperti itu. Namun Ibn Abi Zi’b bias menerimanya. Mengapa? Karena beliau melihat isi kandungan nasihat tersebut, bukan kepada orang yang memberi nasihat atau cara nasihat itu disampaikan.

Mungkin kita yang awam ini, akan merasa kesal jika diberi nasihat, apalagi jika si pemberi nasihat itu adalah orang yang seumur dengan kita, atau bahkan mereka yang lebih muda usianya, pengalamannya, strata pendidikannya dibanding kita. Na’udzubillah.. Namun, jika kita melihat dari inti pai nasihat itu, kita pasti merasa sebagai orang yang paling beruntung karena nasihat itulah yang menyadarkan kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam diri, lalu mendorong kita utk menutupinya.

 Oleh karenanya, para Solihin tidak pernah merasa cukup dari nasihat. Semakin banyak nasihat yang mereka dengar, semakin bahagialah mereka. Semoga itu semua terjadi pada kita semua. Aamiin….

Malah bagi mereka. Nasihat merupakan tanda cinta yang dipersembahkan seorang saudara kepada saudaranya.

Para ulama berkata : “Orang yang paling mencintaimu ialah orang yang selalu menasihatimu.”. Al-Hasan al-Basri berkata :” saudaramu ialah orang yang selalu menasihatimu. Dia lebih baik daripada orang yang membiarkan saja kamu melakukan apa saja yang kamu kehendaki.”
               
Rasulullah s.a.w pernah bersabda :
 “Sombong adalah menolak kebenaran dan memandang hina orang lain.” (HR. Muslim).

                Imam Muslim meriwayatkan pada suatu hari Rasulullah saw melihat seseorang makan dengan tangan kirinya. Lalu, Nabi menasihatinya :” Makanlah dengan tangan kanan.”. dengan angkuhnya, orang tersebut menjawab : Aku tidak bisa makan dengan tangan kanan!”
                Mendengar jawaban angkuh itu, Rasulullah hanya bersabda : Ya, Engkau tidak bisa.  Setelah itu, tangan orang itu tidak dapat digunakan lagi untuk mengangkat suapan kemulutnya. Itulah tanda kesombongan dan salah satu sifat munafik.

Berat menerima nasihat pertanda kejahilan diri. Semakin jahil seseorang, semakin ia tidak membutuhkan nasihat. Lebih jahil daripada itu, orang tersebut selalu melihat nasihat sebagai celaan untuk dirinya.  

Apabila mendengar nasihat ---- merasa diri dihina. Bukan hanya enggan menerima nasihat itu, malah sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengannya yang bertujuan menyakiti hati orang yang menawarkan nasihat tersebut! Ada pula orang yang kembali “menasihati” orang yang memberi nasihat padanya, ataupun ada juga yang membalas nasihat itu dengan celaan dan pukulan. Na’uzubillah.


Kesimpulan

Untuk itu, ingatlah siapapun juga yang hendak memberi nasihat mestilah difikirkan. Kita harus sadar bahwa nasihat itu sangat berat. Oleh sebab itu, jangan diberatkan lagi dengan kata-kata kasar atau cara yang tidak baik. Hindarilah sikap kasar al-Ghazi bin Qais. Jadilah orang yang memiliki kejernihan hati seperti Ibn Abi Zi’b. 
 
 Setengah orang bangga dengan sikapnya yang suka berterus terang. Dalihnya hanya ingin menyampaikan kebenaran. Menurutnya sikap itu sejalan dengan sunnah. Padahal hakikatnya, Rasulullah tidak pernah berkasar baik ucapan maupun perbuatan dalam memberikan nasihat.  Nabi tak pernah menyalahkan orang dihadapannya, apalagi didepan khalayak ramai yang menjatuhkan harga diri orang lain.
               
Imam At-Tirmidzi meriwayatkan : “Pada suatu hari, seorang hadir di majelis Nabi saw dengan bekas minyak wangi berwarna kuning dibajunya. Pada zaman itu, minyak wangi seperti ini hanya dipakai oleh wanita. Beliau hanya berdiam diri karena tak mau berkata buruk dihadapan orang ramai. Setelah orang itu pergi, Rasulullah berkata kepada para sahabat :” beritahulanlah kepada orang itu agar ia menghilangkan bekas kuning di bajunya.”

Semoga kita diberi kekuatan untuk mencontoh akhlak Nabi Muhammad saw. Aamiin Ya Robbal ‘alamiin..

Wal ‘Asri Innalinsanalafilhusr…
Illalladzi na’anamuu wa amilussholihati..
Watawasoubilhaqq…watawasoubissobr…



“demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian
Kecuali orang –orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati dalam kebenaran dan nasihat-menasihati dalam menetapi kesabaran. (Q.S Al-Ashr :1-3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar